Selasa, 26 Mei 2009

TUAK



Hata Patujolo

Tuak merupakan minuman tradisional suku Batak, yang biasa diminum oleh masyarakat suku Batak dalam kehidupan sehari-hari. Tuak juga sering di pakai sebagai minuman dalam penyelenggaraan acara adat suku batak. tuak berasal Pohon enau atau aren (dinamai bagot dalam bahasa Batak Toba). setelah diproses, minuman ini dinamai tuak dalam masyarakat Batak Toba.

Saya akan coba menggambarkan bagaimana proses produksi tuak yang pernah saya perhatikan di Sidikalang(kampung halaman saya). Orang yang berkerja untuk membuat tuak dipanggil penyadap tuak atau paragat (agat = semacam pisau yang dipakai waktu menyadap tuak). Setelah dipukul tandan berulang-ulang dengan alat dari kayu yang disebut balbal-balbal (dalam bahasa batak) selama beberapa minggu, baru dipotong mayangnya. Kemudian membungkus ujung tandan tersebut dengan obat (kapur sirih atau keladi yang ditumbuk) selama dua-tiga hari. Dengan prosedur ini barulah milai datang airnya dengan lancar. Seorang paragat menyadap tuak dua kali sehari, yaitu pagi dan sore. Tuak yang ditampung pagi hari dikumpulkan di rumah paragat. Setelah ujicoba rasanya, paragat memasukkan ke dalam bak tuak sejenis kulit kayu yang disebut raru supaya cocok rasanya dan alkoholnya. Raru inilah yang mengakibatkan peragian. Resep membuat tuak berbeda-beda sedikit demi sedikit tergantung para paragat. Resep masing-masing boleh dikatakan .rahasia perusahaan,. maka tidak tentu siapa pun bisa berhasil sebagai paragat. Paragat harus belajar dahulu cara kerjanya. Biasanya anak seorang paragat mengikuti orang tuanya untuk belajar rahasia.tersebut.


Tuak dalam Kehidupan Sehari-hari

Biasanya laki-laki yang menyelesaikan kerjanya berkumpul di kedai atau lapo (dalam bahasa batak) pada sore hari. Mereka berbincang-bincang, menyanyi, memain kartu, bercatur dan menonton televisi, sambil minum tuak. Lapo adalah tempat masyarakat Batak untuk bersosialisai yang paling demokratis, karena di lapo inilah berkumpul masyarakat dari berbagai tingkatan social mulai dari petani, pegawai swasta/negeri, pejabat, sampe penetua-penetua adat batak.

Seringkali acara minum tuak telah menjadi semacam forum tidak resmi yang menampung berbagai aspirasi yang tidak tersalurkan pada lembaga-lembaga resmi. Berbagai macam unek-unek, keluh kesah, kritik, gosip, dan obrolan tentang berbagai pokok persoalan yang nyangkut di pikiran mereka menemui pelepasan dalam forum yang penuh aroma alkohol tersebut.


Tuak dalam Adat Batak

Tuak yang ada hubungannya dengan adat adalah tuak tangkasan: tuak yang tidak bercampur dengan raru. Tuak aslinya manis. Tuak yang manis disebut tuak na tonggi dalam bahasa Batak Toba. Karena tuak itu berasal dari mayang bagot, maka perlu diketahui legenda keberadaan batang bagot.

Seorang tokoh adat yang tinggal di Balige memberitahukan legenda tersebut sebagai berikut:

Putri si boru Sorbajati dipaksa orang tuanya kawin dengan seorang laki-laki cacat yang tidak disukainya. Tetapi karena tekanan orang tua yang sudah menerima uang mahal, si boru Sorbajati meminta agar dibunyikan gendang di mana dia menari dan akan menentukan sikap. Sewaktu menari di rumah, tiba-tiba dia melompat ke halaman sehingga terbenam ke dalam tanah. Kemudian dia menjelma tumbuh sebagai

pohon bagot, sehingga tuak itu disebut aek (air) Sorbajati.

Karena perbuatan yang membunuh diri itu dianggap sebagai perbuatan terlarang, maka tuak tidak dimasukkan pada sajian untuk Dewata. Tuak hanya menjadi sajian untuk roh-roh nenek moyang, orang yang sudah meninggal dan sebagainya. Tuak termasuk sebagai minuman adat pada dua upacara adat resmi, yaitu:

(1) upacara manuan ompu-ompu

Ketika orang yang sudah bercucu meninggal, ditanam beberapa jenis tanaman di atas tambak. Tambak pada aslinya merupakan kuburan dari tanah yang terlapis, tetapi kuburan modern yang terbentuk dari semen pula disebut tambak. Menurut aturan adat, air dan tuak harus dituangkan pada tanaman di atas tambak. Tetapi sekarang ini biasanya yang dituangkan hanya air saja, atau paling-paling tuak yang mengandung alkohol.

(2) upacara manulangi.

Dalam upacara manulangi, para keturunan dari seseorang nenek memberikan makanan secara resmi kepada orang tua tersebut yang sudah bercucu, dimana turunannya meminta restu, nasehat dan pembagian harta, disaksikan oleh pengetuapengetua adat. Pada waktu memberikan makanan harus disajikan air minum serta tuak. Menurut informasi dari tokoh-tokoh adat dan observasi secara langsung, air minum dan tuak dua-duanya tetap disajikan kepada orang tua yang disulangi.